Selasa, 07 September 2010

SEBUAH RENUNGAN DI AKHIR RAMADHAN

Ya Allah…..

malam nuzulul quran hampir terlewati, tapi seperti kebiasaan saya masih belum sempat menuntaskan khatam Al-Quran,

ya Allah

maaf kalau hamba terlalu banyak bertanya, maaf juga kalau berdoa tanpa sopan santun, hamba memang makhluk yang lancang,

ya Allah,

ramadhan akan segera berakhir, pasar mulai ramai, baju-baju baru dikejar dalam berbagai model, sebentar lagi acara syawalan, silaturahmi, hingga halal bi halal akan menjadi ladang bisnis para ustadz, acara bersanda gurau, hingga -mungkin saja- hilang tujuan awal dari puasa,

ya Allah,

maafkan hambaMu ini yang dengan tega menduakan Engkau,

hamba lebih lama bersanda gurau, menghabiskan waktu di depan Internet, tak lepas dari ponsel hingga laptop,

ya Allah,

kini jari hamba setiap hari bertasbih di atas tombol-tombol unik berisi hutuf dan angka, hingga hamba lupa tasbih itu telah mulai usang,

Ya Allah,

bibir hamba bergerak, sesaat dahi mengkerut dan mata bersinar, sambil terus membaca apa yang ada dilayar, hingga hamba lupa Al Quran di atas lemari sudah mulai berdebu,

Ya Allah,

sehabis sahur, sehabis berbuka, menunggu buka, hamba lebih suka duduk di kursi membuka laptop dan berbaring di kasur memagang ponsel, hingga hamba lupa bahwa sajadah dan sarung sudah mulai usang dalam lemari,

Ya Allah,

ramadhan kali ini seperti sudah berakhir sebelum idul fitri, ramadah ini penuh keceriaan, melihat televisi acara komedi penuh tawa canda, hingga saling menghina dan mencerca seolah menjadi kebahagiaan,

ya Allah,

umatmu di indonesia ini bahagia sekali saat buka bersama, dari pinggir jalan hingga restoran, lihat ramadhan mempererat tali silaturahmi, hingga saat buka bersama tiba mereka sadar telah lupa maghrib hingga tarawih.

Ya Allah,

ramadhan ini orang-orang berbikini berlomba menyebut nama_Mu, dan meraih rupiah dari setiap download yang mereka tawarkan, adakah pemujaan terhadapMu menjadi ladang uang mereka dalam kemasan “religi”, berbagai acara diadakan, ada lomba menulis, sahur on the road, buka bersama, menyantuni anak yatim piatu, indah sekali…… nikmatnya berbagi…. seponsor butuh nama dan pelaku butuh dana…. mereka menikmati terima saja mungkin itu dimata hamba yang penuh noda…

Ya Allah…

ini sebenarnya ramadhan keberapa untukku, terakhirkah…. tolong jangan....

Ya Allah,

ramadhan ini hamba telah menduakan Engkau dalam kesombongan, menduakan ke-Tuhan-an Engkau dengan internet, menghabiskan lebih banyak waktu dengan dunia maya,

ya Allah

hamba sendiri terkadang takut menjuluki diri sebagai Hamba Engkau. hamba malu pada_Mu. Di benak ini seolah-olah terdengar suara Engkau, “Hai, Maskin..! Benarkah kamu hamba-Ku..? Tidakkah kamu adalah hamba internet..? Bukankah kamu keasyikan ngakses internet berjam-jam setiap hari..? Bukankah untuk menyembah Diriku melalui shalat, kamu melakukannya hanya beberapa menit setiap harinya..?”

ya Allah,

hidup hamba berada dalam kuasa_Mu, jiwa ini milik_Mu, hati ini KAU kuasai, apalah daya hamba sebagai manusia kecuali berusaha dan berdoa, hamba yang berlumuran dosa ini malu untuk meminta tapi hamba juga tak sanggup menanggung beban sebagai manusia sombong yang tak mau meminta…

ya Allah

idul fitri -katanya- hari kemenangan, tapi ramadhan ini sepertinya tidak berlaku, hamba telah kalah, kalah sebelum pertandingan berakhir… kalah karena ramadhan ini wajah hamba penuh topeng kemunafikan…

ya Allah

tolong jangan jadikan ramadhan ini ramadhan terakhir, hamba tak mau mengakhiri hidup dalam kekalahan di hari yang fitri…

ya Allah

Sang penguasa langit bumi dan seisinya, Engkau adalah Raja diraja, penguasa alam semesta, pemilik hati dan nyawa setiap manusia, maafkan hamba_Mu ini kalau tak bisa merayakan kemenangan di hari yang fitri, maafkan hamba_Mu yang kalah ini kalau hamba terlalu banyak mengeluh….

ya Allah

ampuni aku....

Rabu, 01 September 2010

SEBUAH RENUNGAN DI AWAL RAMADHAN

Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitri. Pada semua bayi yang akan dilahirkan, Allah meniupkan ruh-Nya, sehingga manusia mendapatkan “warisan” sifat-sifat Allah dan jiwa yang cenderung pada sifat-sifat ilahiyah (nafs muthma’innah). Namun, manusia tumbuh dalam lingkungan yang tidak seluruhnya mendukung tegaknya kefitrian manusia itu. Dalam diri manusia sendiri ada sifat-sifat kebinatangan yang cenderung mendorong manusia pada keangkaramurkaan, egoisme, dan keserakahan. Sifat kebinatangan itu juga cenderung mendorong manusia ke arah yang serba berlebihan. Makan-minum berlebihan, meneguk kenikmatan seksual secara berlebihan, meraup kekuasaan secara berlebihan, dan seterusnya.

Kecenderungan-kecenderungan kebinatangan itulah yang ditekan dan dikendalikan oleh ibadah shiam (puasa), tetapi tidak meniadakannya sama sekali. Shiam adalah ibadah yang memiliki dimensi kejiwaan yang sangat kuat. Inilah lembaga pelatihan bagi manusia untuk mengendalikan egoisme, keserakahan, dan keangkaramurkaan. Selama sebulan penuh manusia ditempa agar kembali kepada fitrahnya, kembali pada manusia yang cenderung pada ruh Allah yang ditiupkan saat masih berada dalam kandungan ibu.

Di dalam jiwa manusia ada tiga tingkatan nafs yang disebut nafs muthma’innah (jiwa yang cenderung kepada sifat-sifat indah ketuhanan), nafs lawwamah (jiwa yang berada di tengah-tengah antara ketuhanan dan kebinatangan), dan nafs ammarah (jiwa yang cenderung pada nafsu-nafsu hewani). Sebagian besar jiwa manusia berada dalam nafs lawwamah, di mana manusia berada dalam kondisi “bolak-balik” antara kecenderungan pada sifat-sifat ilahiah dan nafsu-nafsu hewani.

Dengan berlatih sebulan penuh dalam setahun, manusia diharapkan mampu kembali ke kondisi fitrahnya, menjadi manusia baru yang lebih cenderung kepada sifat-sifat ilahiyah. Bila berhasil melewati pelatihan ini dan berhasil kembali ke kondisi fitrinya, manusia layak merayakannya dengan Idul Fitri. Inilah perayaan di mana manusia berhasil mengalahkan kecenderungan-kecenderungan hewaninya yang berlebihan. Inilah perayaan ketika seseorang telah berhasil menjadi manusia baru. Karena itulah, muncul tradisi berpakaian baru pada setiap Idul Fitri sebagai simbol lahirnya manusia baru.

Keberhasilan menjadi manusia baru yang fitri itu diharapkan mampu membawa manusia kepada sikap-sikap ilahiyah dalam melaksanakan aktivitas selama setahun sesudahnya. Namun, sifat-sifat hewani pada manusia akan sangat mungkin kembali bangkit dan menguasai jiwa manusia selama perjalanan hidupnya dalam setahun. Untuk itulah pelatihan ini diulang kembali sebulan penuh pada ramadhan berikutnya.

Allahu A’lam...