Minggu, 11 September 2011

PRO KONTRA JAMPERSAL

Setelah sempat tertunda akhirnya Jampersal dikucurkan juga di Kabupaten Tuban. Mulai tanggal 22 Agustus 2011 resmi telah diberlakukan, dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Tuban Nomor 19 Tahun 2011. Tidak kurang 15-25 pasien bersalin tiap bulannya yang datang di Puskesmas Bangilan tempat saya bekerja, peningkatan ini hampir 75% sebelum adanya Program Jampersal. Selama ini Pelayanan persalinan gratis di caver oleh Jamkesmas, namun program Jampersal ini mencakup entah si kaya atau miskin asal memenuhi persyaratan yang lebih mudah, yaitu KTP, KK, dan bersedia ditempatkan di kelas III.

Pada tahap awal ini Kementrian Kesehatan mengucurkan dana sekitar Rp 276,8 Milyar untuk Jaminan Persalinan ini. Tak ada alasan lagi untuk menolak pelayanan jenis. Dan tempat pelayanan Jampersal ini di fasilitas pelayanan tingkat pertama, yaitu di Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah, Klinik Dokter, dan Rumah Bersalin Swasta yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai penanggung jawab karena dana dari pusat digelontorkan melalui rekening Kepala Dinas Kesehatan. Kabupaten selaku Penanggung jawab program Jampersal di fasilitas tingkat pertama. Selanjutnya Puskesmas atau Rumah Sakit yang melayani memverivikasi pelayanannya untuk diklemkan ke Dinas Kesehatan.

Program Jampersal ini bedasar Keputusan Menteri Kesehatan No.515/Menkes/III/2011. Sumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 922,79 Milyar untuk menjamin 4,5 juta ibu hamil pada tahun 2011. Jatah penggantian persalinan normal Rp. 350.000,00 untuk Puskesmas atau Rumah Bersalin atau Klinik Dokter, mendapatkan jatah 4 kali ANC yang tiap kali periksa Rp. 10.000,00. Sedangkan Di Rumah Sakit mengikuti tarip sistem paket, dan jatah ini juga mencakup Operasi Sectio Caesar. Selain Persalinan Normal juga melayani Persalinan dengan Resiko Tinggi dan penyulit dengan jatah dana Rp. 500.000,00, serta pelayanan KB setelah persalinan.

Jampersal diperuntukan bagi Ibu Hamil, Ibu Bersalin dan Ibu Nifas yang belum mempunyai Jaminan Kesehatan (Asuransi) maupun yang tidak tercaver oleh Jamkesmas. Merujuk pada Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 631/Menkes/Per/2011, sasaran Jampersal adalah seluruh ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang tidak memiliki jaminan persalinan beserta bayi yang baru dilahirkan hingga berusia 28 hari.

Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten.. Pelayanan diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten.

Pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: Pemeriksaan kehamilan, Pertolongan persalinan normal, Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan, Pelayanan bayi baru lahir, dan Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi: Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit, Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama, dan Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.

Pro dan kontra terjadi dimana sebagian setuju dengan harapan pelayanan KIA lebih mantap, dan sebagian kurang setuju karena mematikan usaha mereka, atau mengurangi lahan keuangan mereka karena masyarakat berlomba-lomba menggunakan fasilitas ini. Dan dapat diperkirakan akan mematikan klinik-klinik bersalin, meski tak semua orang akan mau di tempatkan di kelas III.

Kebesaran hati oleh beberapa pihak yang terlibat agar program ini bisa tercapai, program yang sangat ditunggu oleh rakyat Indonesia. Mengingat bahwa pada awalnya program ini dilatarbelakangi dengan tinggingya kematian ibu dan bayi, masih banyaknya ibu hamil melahirkan di non fasilitas kesehatan dan menurut beberapa informasi bahwa masyarakat merasa tidak mampu membayar persalinan yg relatif mahal. Namun sayang sekali, jampersal saat ini lebih dikenal dengan “GRATIS”nya saja… padahal dibalik itu ada tujuan-tujuan utama yang harus dicapai dari progarm ini untuk mengantarkan Rebublik ini pada derajat kesehatan yang lebih baik yang salah satu atau salah duanya diukur dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi( AKB).

Agar tujuan itu tercapai, hendaknya Jampersal dimanfaatkan sebagai kendaraan untuk mencapai pelayanan kesehatan ibu dan anak yang lebih baik dan berkualitas dengan memberikan ANC dan PNC sesuai standar , pelayanan persalinan normal sesuai standar , menangani kegawat daruratan secara tepat dan melakukan rujukan sesuai aturan dan diakhiri dengan pelayanan KB dengan metoda jangka panjang. Kondisi tersebut harus didukung oleh tenaga penolong yang kompeten dan juga patuh terhadap aturan.

Issue lain yang berkembang dr kebijakan ini adalah… “rendahnya tarif jampersal”… hal ini agar dianalisis dari kaca mata yang lebih makro… menhitung uang yang disiapkan pemerintah per pelayanan ibu bersalin normal R0p. 350.000 , memang betul nampaknya MURAH SEKALI…. tapi jika dilihat dari skala nasional… uang yang disediakan pemerintah tidak sedikit, lebih dari 1` Trilyun. Tentunya, sulit sekali satu kebijakan pemerintah yang akan memuaskan semua pihak. Saya setuju dengan pendapat bapak Kepala Puskesmas Bangilan bahwa program ini memerlukan sentuhan “NURANI” dari para profesi yang terlibat langsung dalam program ini.

Satu hal penting lainnya adalah… Konseling/penyuluhan yang lebih komunikatif merupakan kunci keberhasilan program ini, karena pada akhirnya Jampersal juga bertujuan untuk menjadikan masyarakat lebih cerdas dan bijak dalam mencari pertolongan persalinan yang aman.

Salam bahagia dan berharap semoga tulisan ini bisa membuat masyarakat lebih paham tujuan utama program ini, dari hanya sekedar GRATISnya.

Terimakasih… dan selamat berkarya…

Kamis, 01 September 2011

Berobat Tidak Perlu Mahal…

Ungkapan bahwa ’sehat itu mahal’ adalah ungkapan yang sejak lama telah ada di masyarakat dan pernah saya tulis di majalah ini. Memang secara nyata kesehatan tidak dapat dinilai secara materi, karena tubuh yang sakit selain mengakibatkan kehilangan produktivitas juga mengakibatkan hilangnya banyak materi untuk menjalani pengobatan.

Bagi masyarakat secara umum biaya pengobatan medis saat ini tergolong mahal sehingga banyak orang yang asalnya dianggap mampu secara ekonomi dapat menjadi ‘miskin’ sebab harus membayar biaya pengobatan yang mahal bahkan sering dikatakan tanpa batas. Masyarakat pun karena merasa biaya pengobatan medis mahal lalu mencoba-coba berbagai pengobatan alternatif yang saat ini sangat marak di seluruh penjuru Nusantara. Walaupun mayoritas pengobatan alternatif tidak ilmiah & kurang rasional, berbagai pengobatan alternatif terus diburu oleh masyarakat. Benarkah berobat itu harus selalu mahal..? Apakah tidak ada cara lain sehingga untuk kembali menjadi sehat itu tidak perlu biaya mahal yang membebani masyarakat..?

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan pada dasarnya adalah pelayanan & pertolongan profesional yang tidak berkaitan dengan biaya. Besar imbalan yang diberikan pada tenaga kesehatan sebenarnya tidak berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Dari penelitian di berbagai negara, kaitan antara kualitas pelayanan dengan biaya yang mahal adalah lemah sehingga seharusnya pelayanan kesehatan berkualitas tidak identik dengan biaya mahal.
Negara telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat & berkualitas, sesuai dengan Undang-undang no.29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam pasal 49 ayat 1 UU tersebut dikenal istilah ‘kendali mutu & kendali biaya’. Dengan adanya kendali mutu & biaya tersebut pelayanan kesehatan seharusnya menjadi berkualitas dengan biaya serendah mungkin.

Pemerintah Pusat, saat dr.Siti Fadillah Supari sebagai Menteri Kesehatan, membuat program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) bagi masyarakat miskin, disamping itu Pemerintah Daerah telah membuat program Jamkesda, yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tidak tercakup dalam Jamkesmas, yang dananya dari pemerintah daerah masing-masing. Tetapi masih banyak juga masyarakat miskin yang belum terjangkau program tersebut. Mungkin karena salah data, salah sasaran atau hal lainnya, karena banyak masyarakat yang tergolong mampu mempunyai kartu jamkesmas/jamkesda, Sehingga Pemerintah Kabupaten Tuban memberlakukan Surat Pernyataan Miskin (SPM) sebagai pengganti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dihapus oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Fungsi SPM sama saja dengan SKTM untuk digunakan berobat gratis oleh warga tidak mampu. Perbedaannya terletak pada prosedur penerbitannya. "SKTM dikeluarkan pemerintah desa, sedang SPM dikeluarkan langsung oleh kepala daerah atau pejabat eselon II yang ditunjuk, dalam hal ini kepala dinas kesehatan kabupaten Tuban. Dan yang baru adalah dengan PERBUB No. 17 tahun 2011 tentang berobat dengan karcis gratis, sehingga siapapun warga Tuban dapat berobat ke semua tempat pelayanan pemerintah dengan karcis gratis.

Penyakit yang diderita masyarakat sebagian besar tidak memerlukan pengobatan spesialistik atau harus ditangani dengan peralatan yang canggih & mahal. Pelayanan secara spesialistik atau penggunaan peralatan yang canggih sebenarnya hanya perlu dilakukan jika ada indikasi atau rujukan yang kuat. Masyarakat sebenarnya cukup berobat terlebih dahulu ke puskesmas atau dokter umum terdekat dengan biaya lebih rendah & tidak perlu sampai ke dokter spesialis atau rumah sakit (RS) yang lebih besar.

Di masa krisis yang memberatkan masyarakat seperti sekarang ini diperlukan kecerdikan termasuk dalam hal pemilihan pengobatan. Kesehatan bisa jadi memang mahal harganya, tetapi untuk berobat ketika menderita sakit tidak harus dengan biaya mahal…

salam....