Kamis, 01 September 2011

Berobat Tidak Perlu Mahal…

Ungkapan bahwa ’sehat itu mahal’ adalah ungkapan yang sejak lama telah ada di masyarakat dan pernah saya tulis di majalah ini. Memang secara nyata kesehatan tidak dapat dinilai secara materi, karena tubuh yang sakit selain mengakibatkan kehilangan produktivitas juga mengakibatkan hilangnya banyak materi untuk menjalani pengobatan.

Bagi masyarakat secara umum biaya pengobatan medis saat ini tergolong mahal sehingga banyak orang yang asalnya dianggap mampu secara ekonomi dapat menjadi ‘miskin’ sebab harus membayar biaya pengobatan yang mahal bahkan sering dikatakan tanpa batas. Masyarakat pun karena merasa biaya pengobatan medis mahal lalu mencoba-coba berbagai pengobatan alternatif yang saat ini sangat marak di seluruh penjuru Nusantara. Walaupun mayoritas pengobatan alternatif tidak ilmiah & kurang rasional, berbagai pengobatan alternatif terus diburu oleh masyarakat. Benarkah berobat itu harus selalu mahal..? Apakah tidak ada cara lain sehingga untuk kembali menjadi sehat itu tidak perlu biaya mahal yang membebani masyarakat..?

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan pada dasarnya adalah pelayanan & pertolongan profesional yang tidak berkaitan dengan biaya. Besar imbalan yang diberikan pada tenaga kesehatan sebenarnya tidak berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Dari penelitian di berbagai negara, kaitan antara kualitas pelayanan dengan biaya yang mahal adalah lemah sehingga seharusnya pelayanan kesehatan berkualitas tidak identik dengan biaya mahal.
Negara telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat & berkualitas, sesuai dengan Undang-undang no.29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam pasal 49 ayat 1 UU tersebut dikenal istilah ‘kendali mutu & kendali biaya’. Dengan adanya kendali mutu & biaya tersebut pelayanan kesehatan seharusnya menjadi berkualitas dengan biaya serendah mungkin.

Pemerintah Pusat, saat dr.Siti Fadillah Supari sebagai Menteri Kesehatan, membuat program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) bagi masyarakat miskin, disamping itu Pemerintah Daerah telah membuat program Jamkesda, yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tidak tercakup dalam Jamkesmas, yang dananya dari pemerintah daerah masing-masing. Tetapi masih banyak juga masyarakat miskin yang belum terjangkau program tersebut. Mungkin karena salah data, salah sasaran atau hal lainnya, karena banyak masyarakat yang tergolong mampu mempunyai kartu jamkesmas/jamkesda, Sehingga Pemerintah Kabupaten Tuban memberlakukan Surat Pernyataan Miskin (SPM) sebagai pengganti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dihapus oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Fungsi SPM sama saja dengan SKTM untuk digunakan berobat gratis oleh warga tidak mampu. Perbedaannya terletak pada prosedur penerbitannya. "SKTM dikeluarkan pemerintah desa, sedang SPM dikeluarkan langsung oleh kepala daerah atau pejabat eselon II yang ditunjuk, dalam hal ini kepala dinas kesehatan kabupaten Tuban. Dan yang baru adalah dengan PERBUB No. 17 tahun 2011 tentang berobat dengan karcis gratis, sehingga siapapun warga Tuban dapat berobat ke semua tempat pelayanan pemerintah dengan karcis gratis.

Penyakit yang diderita masyarakat sebagian besar tidak memerlukan pengobatan spesialistik atau harus ditangani dengan peralatan yang canggih & mahal. Pelayanan secara spesialistik atau penggunaan peralatan yang canggih sebenarnya hanya perlu dilakukan jika ada indikasi atau rujukan yang kuat. Masyarakat sebenarnya cukup berobat terlebih dahulu ke puskesmas atau dokter umum terdekat dengan biaya lebih rendah & tidak perlu sampai ke dokter spesialis atau rumah sakit (RS) yang lebih besar.

Di masa krisis yang memberatkan masyarakat seperti sekarang ini diperlukan kecerdikan termasuk dalam hal pemilihan pengobatan. Kesehatan bisa jadi memang mahal harganya, tetapi untuk berobat ketika menderita sakit tidak harus dengan biaya mahal…

salam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar