Senin, 21 Maret 2011

Salah Adalah Manusiawi, Maaf Adalah Sifat Illahi

Pernahkah anda terganggu karena anda menyadari telah berbuat kesalahan? Menyakiti, melukai, membohongi, mencurangi, membicarakan keburukan, mengusik ketenangan dan mengganggu pihak lain adalah salah sekian dari contoh-contoh mencederai hati yang bersangkutan.

Pihak lain itu bisa kawan, bisa orang tua, bisa kakek nenek, bisa anak-anak, bisa sahabat, bisa kerabat dan bisa pula lawan. Bahkan mungkin, yang tak pernah terpikirkan adalah bisa jadi kita berbuat salah dan menyakiti Yang Maha Kasih.

Apa yang anda rasakan ketika sadar bahwa anda telah berbuat salah atau khilaf? Meminta maaf atau meminta pengampunan? Jika jawaban anda adalah “Ya”, maka bersyukurlah. Memang seharusnya seperti itu. Meminta maaf dan meminta pengampunan memang membutuhkan keberanian yang amat sangat. Dan ini bukan hal yang mudah bagi kebanyakan orang.

Sekarang, soal lain. Pernahkan anda dilukai, disakiti, dicederai, dibohongi, dibicarakan keburukannya, merasa ditusuk dari belakang, dikhianati, diusik atau disakiti seseorang sehingga anda mengingatnya hingga hari ini? Luka sakit itu begitu dalamnya sehingga anda mendendam hingga hari ini? Sakit yang dibuatnya teramat sangat, sehingga anda yang sudah terlanjur bersumpah. Berusaha memegang teguh sumpah anda tidak akan memaafkannya seumur hidup anda? Akan mengingat-ingatnya dan menjadikan pelajaran yang berharga bagi diri anda?

Bersumpah tidak akan memaafkannya, sakit hati seumur hidup hanya akan menyakiti diri anda, bukan orang lain. Memaafkan adalah jalan terbaik, terindah sekalipun itu sulit bagi sebagian besar orang.

Bagaimana tidak sulit? Sebab, memaafkan harus melalui sebuah pintu maaf. Pintu maaf itu sempit, kecil dan sangat rendah. Agar dapat memasuki pintu itu, anda dan saya harus membungkuk terlebih dahulu.

Namun demikian, memaafkan akan menyembuhkan luka, memadamkan nyala api dendam dan membersihkan hati dan pikiran dari penyakit yang tidak ada obatnya. Tidak ada obatnya, kecuali hati yang ada dalam diri, bersedia menyembuhkannya.

Maafkanlah, dan anda akan menjadi “terlahir kembali”. Mengapa harus memaafkan?

Johann Christoph Arnold dalam bukunya “Why Forgive?”, menginspirasi saya, bahwa “Khilaf adalah sifat manusia, sedang memaafkan adalah sifat Illahi”. Bukankah begitu indah nasehatnya?

Nah, bersediakah kita memulai hidup yang baru dengan mengenyahkan beragam sakit hati, luka dan dendam dalam diri anda? Marilah memulai sekarang.

9 komentar:

  1. Shinta Hendrawati11 April 2011 pukul 06.24

    Maaf…

    Jika perlahan2 rasa ini ku kubur…

    Terkubur bersama waktu yg trus brlalu…



    Maaf…

    Jika kini yg tersimpan hanya sesal…

    Membiarkn smua brlalu di hadapnku…



    Maaf…

    Kini kubiarkn hati ini menangis…

    Maaf…

    Jika kini ku menyerah pada keadaan…

    Meski hati ini tak pernh rela…

    Maaf…

    Biarkn kata trindah ini ku ucapkn… Maaf…



    Maha Suci Allah..

    Ya Allah…Engkau Maha Pemaaf… Ampuni aku dgn segala dosa-dosaku… Maafkn segala khilafku…

    Engkau Maha Penyayang… Sayangi aku…

    Engkau Maha Adil… Berikanlah keadilan pada hati ini… Biarkn hati ini merasakn kebahagian sejati…

    Engkau Maha Pemberi… Berikanlah aku petunjukMU





    Aku yakin dengan kekuatan sebuah doa ya Allah…

    Kabulkanlah doa hambaMU ini ya Allah…

    BalasHapus
  2. numpang koment +++


    aku ga pintar untuk merangkai sebuah kata menyusun sebuah kalimat...
    aku hanya bisa menulis sebuah kata..
    Dan kata itu terasa sulit untuk aku ungkap..

    Hanya kata ini yang ingin ku ucap

    ''MAAf...''

    Buat koment yg di atas ku aku juga minta maaf...aku khilaf..

    Buat kalian berdua masih maukah merajut persahabatan kita..kita kubur semua masa yg ga bagus untuk di ingat bila semua itu bisa mencederai perasahabatan kita...maaf agak lebai..aku ga bisa trimakasih..

    BalasHapus
  3. Shinta Hendrawati11 April 2011 pukul 19.27

    Seorang teman tetap memberi ruang gerak pribadi, privacy sebagai seorang manusia. Dan kita akan berasa deket dengan dia walaupun ga ketemu dan ga kontak dalam waktu yang lama. Karena pertemanan itu pada dasarnya dari ikatan hati. Ga bakal ilang walaupun dimensi jarak memisahakan kita. Kita harus mengkui bagaimanapun juga kita ga bisa menghilangkan dia dari hati kita. Dan tanpa teman, kita ga akan seperti sekarang ini.

    “Manusia selalu hidup berkelompok. Tiada manusia yang dapat hidup dalam kesendirian. Apabila ada, maka manusia tersebut benar-benar mahluk yang malang dan hidupnya tentu tidak berwarna.”

    Mari kita kubur semua permasalahan.... sampai detik ini kalian tetap sahabatku.... "tidak ada mantan sahabat dalam hidupku".... so Semangat

    BalasHapus
  4. Sahabatku terkasih, seorang penulis dari Inggris C.S Smedes mengatakan ” Memaafkan itu Indah “

    Kita semua tentu setuju dengan pernyataan itu . Pada kenyataannya apakah semudah itu kita dapat menerapkan dalam hidup sehari - hari? Untuk menjawab ini kita boleh berefleksi sendiri - sendiri. Memaafkan, minta maaf dan memaklumi kesalahan orang lain seringkali tak mudah untuk kita lakukan. Seandainya kita memaafkan masih pula bersyarat dengan catatan” kumaafkan asalkan.., kumaafkan dengan syarat.. “dan sebagainya .

    Betapa mahalnya sebuah ketulusan lahir dari kedalaman hati. Tanpa kita sadari sebenarnya kita pun seringkali melakukan kesalahan - kesalahan yang membutuhkan kata maaf dari orang lain. Pernahkah anda merasakan betapa lega hati kita ketika seorang yang kita lukai hatinya memaafkan kita?

    Demikianlah pula sebaliknya kita harus belajar untuk mengalahkan egoisme diri, mampu rendah hati memaafkan orang - orang yang kita cintai terutama orang tua, saudara kandung, sahabat, tetangga, kekasih, suami dan istri maupun anak - anak yang telah atau pernah melukai hati kita. Baik dalam perbuatan maupun kata- kata.

    Memelihara kebencian dan dendam dalam hati sesungguhnya bukan hanya melukai hati orang yang kita sayangi namun tanpa kita sadari juga melukai hati kita sendiri. Kebencian dan dendam yang bertumpuk menjadi semacam luka batin. Ibarat sebuah penyakit kronis yang bertahun tahun kita pelihara dan merusak kedamaian hidup . Tidur menjadi tidak nyenyak, mimpi buruk, gelisah, jantung bedebar - debar, sering mengeluh nyeri dada, sakit lambung yang tak kunjung sembuh. Semua itu adakalanya merupakan manifestasi dari luka batin yang tak tersembuhkan.

    Pengobatan yang paling mujarab ternyata bukan resep dokter ataupun perawatan di rumah sakit. Obatnya hanya satu kata : Memaafkan. Jadikanlah kata maaf yang membebaskan diri kita sendiri dari luka - luka batin yang mengganggu kedamaian di hati.

    Untuk sampai kepada ketulusan memaafkan agar sungguh menjadi penyembuh yang membebaskan perlu keterbukaan, kerendahan hati dan sekali lagi mengalahkan egoisme diri. Cinta kasih itu murah hati dan lemah lembut, rela mengampuni dan sabar.

    Sahabatku selamat berjuang untuk ” Memaafkan “

    salam persahabatan...

    BalasHapus
  5. Shinta Hendrawati12 April 2011 pukul 08.00

    Jadi ingat sesuatu saya akan berbagi yang pernah saya dapatkan.....

    Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang gara-gara sedekah. Tidaklah seorang hamba memberikan maaf -terhadap kesalahan orang lain- melainkan Allah pasti akan menambahkan kemuliaan pada dirinya. Dan tidaklah seorang pun yang bersikap rendah hati (tawadhu’) karena Allah (ikhlas) melainkan pasti akan diangkat derajatnya oleh Allah.” (HR. Muslim)

    sebaiknya tidak membawa dendam dalam hati untuk waktu yang lama. Semua yang telah berlalu hendaknya kita maafkan, demi mengharap keridhoan dan ampunan Allah.

    Siapa yang tidak menginginkan ampunan Allah?.... Tidak ada khan... :)

    BalasHapus
  6. Pada suatu kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah, tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”
    sahabat... apa yang bisa kita simpulkan dari kisah ini?
    Apakah kita pengikut ajaran beliau?

    Tapi Pernahkan kita memaafkan kesalahan orang? Pernahkah kita mencintai sesama? kalau tidak, kita perlu menanyakan kembali ikrar kita yang pernah kita ucapkan sebagai tanda kita pengkikut beliau…

    Sungguh, beliau adalah contoh yang sempurna sebagai seorang manusia biasa. beliau adalah Nabi terbesar, beliau juga adalah Suami yang sempurna, Bapak yang sempurna, pimpinan yang sempurna, teman dan sahabat yang sempurna, tetangga yang sempurna. maka tidak salah kalau Allah mengatakan bahwa Beliau adalah teladan yang sempurna.

    Semoga Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, junjungan dan teladanku yang oleh Allah telah diciptakan sebagai contoh manusia yang sempurna...

    BalasHapus
  7. Shinta Hendrawati12 April 2011 pukul 14.00

    Allahumma shalliallah sayidina muhammad.... Subhanallah.... terimakasih pencerahannya.... smoga setiap hari senantiasa berusaha melakukan perubahan ke arah yg lebih baik amin

    BalasHapus
  8. Shinta Hendrawati12 April 2011 pukul 14.01

    eit lupa kasih senyum ......... :) ... :)

    BalasHapus