Kamis, 25 Agustus 2011

Lailatul Qadr

Sesungguhnya telah Kami turunkan Alquran pada Lailatul Qadar. Tahukah Engkau apa Lailatul Qadar itu? Malam itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu para malaikat dan ruh Jibril turun dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Selamatlah pada malam itu hingga fajar.” (Al Qadr 1-5)

”Bertahun-tahun sudah menjalankan puasa dan berburu Lailatul Qadr, tetapi rasanya kok belum pernah Para Malaikat itu mampir kepadaku, dan melihat keagungan malam itu”… Mungkin itu pertanyaan sering singgah pada diri kita.
Apalagi jika kita membaca tentang keajaiban tentang malam itu dari berbagai riwayat.
Ada yang melihat Ruh Mulia turun ke bumi, malam yang gelap jadi terang benderang… Ada yang melihat alam semesta seperti berhenti, tidak ada suara mahkluk, hening dan menenangkan… ada yang melihat pohon-pohon pun tertunduk seolah-olah bersujud.. Semakin kecil hati kita, karena rasanya tidak pernah kita berjumpa dengan kejadian yang luarbiasa itu.

Lailatul Qadr tidak datang begitu saja kepada orang-orang yang memburunya. Dia tidak datang kepada orang-orang yang tidak mempunyai persiapan.
Jadi bagaimana sebenarnya Lailatul Qadr itu?
Teringat aku tentang tulisan Prof. Quraish Shihab dalam Wawasan Al- Quran tentang malam mulia itu. Aku kutip tulisan tersebut di bawah ini (udah dipotong sana sini, bagi yang berminat silakan baca bukunya langsung: Wawasan Al Quran: 536-544)
Quraish Shihab menyatakan ada empat pendapat mengenai Al-Qadar.

Pertama adalah al-hukm yang berarti penetapan. Jadi malam Al-Qadar adalah malam penetapan Allah atas perjalanan hidup makhluk selama setahun.

Kedua, adalah al-Qadar yang berarti pengaturan. Yaitu pada malam turunnya Alquran, Allah mengatur strategi untuk Muhammad. Yaitu sebuah strategi untuk memandu Muhammad mengajak umat manusia menuju jalan Allah.

Ketiga, Al-Qadar memiliki arti kemuliaan; sedangkan makna keempat adalah sempit. Sebab pada malamnya Alquran itu banyak malaikat yang turun ke bumi hingga menjadi sempit.

Menurut Prof Quraish Shihab dengan merangkum empat pendapat atau makna tersebut bahwa malam Lailatul Qadar itu merupakan malam yang mulia nan hebat.
Malam tersebut adalah malam mulia. Tidak mudah diketahui betapa besar kemuliannnya. Hal ini disyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu:

Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (QS Al-Qadr [97]: 2)

Apakah bila Lailat Al-Qadar hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya itu? Tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun dugaan itu menurut hemat penulis keliru, karena hal itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak. Di sisi lain berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik-material, sedangkan riwayat-riwayat demikian, tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.

Seandainya, sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda fisik material, maka itu pun takkan ditemui oleh orang-orang yang tidak mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Air dan minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat Al-Qadar tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di sana mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya?

Demikian juga dengan Lailat Al-Qadar. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya, dan itu pula sebabnya Rasul Saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i’tikaf (berdiam diri dan berdzikir di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailat Al-Qadar datang menemui seseorang, ketika itu, malam kehadirannya menjadi saat qadar dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang.
Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbitnya fajar
kehidupannya yang baru kelak di hari kemudian. (Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadar yang dikemukakan di atas!).

Syaikh Muhammad ‘Abduh, menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. ‘Abduh memberi ilustrasi berikut:
Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, baik dan buruk. Manusia sering merasakan pertarungan antar keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, sampai akhirnya sidang memutuskan sesuatu.

Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedang yang membisikkan keburukan adalah setan atau paling tidak, kata ‘Abduh, penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau setan. Turunnya malaikat pada malam Lailatul Al-Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, menjadikan yang bersangkutan akan selalu disertai oleh malaikat. Sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan, dan dia sendiri akan selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tak terbatas sampai fajar malam Lailat Al-Qadar, tapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak.

Malam Qadar yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Ar-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Karena itu pula beliau mengajarkan kepada umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailat Al-Qadar itu, antara lain adalah melakukan i’tikaf.

Adapun menyangkut tanda alamiah, maka Al-Quran tidak menyinggungnya. Ada beberapa hadis mengingatkan hal tersebut, Muslim, Abu Daud, dan Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka’ab, sebagai berikut, Tanda kehadiran Lailat Al-Qadr adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula panas …
Hadis ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan karena itu kita dapat berkata bahwa tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailat Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan. Semoga malam mulia itu berkenan mampir menemui kita. (Prof. Qurasih Shihab, dalam Wawasan Al Quran).

***

Dulu ketika kecil (masih SD) saat ramadhan memasuki malam ke-21, orang2 ramai memasang lampu minyak di depan rumahnya. Tidak hanya satu tetapi banyak, Lampu minyak di tutup kertas warna berbagai macam sehingga lampu menjadi berwarna-warni. Kadang-kadang lampu itu hanya dimasukkan ke dalam ember kecil warna-warni. Halaman rumah menjadi indah. Satu kampung atau satu kompleks perumahan menjadi indah oleh lampu minyak di depan rumah., aku pernah bertanya kepada Ayahku: “ Apa sih maksud dari memasang lampu di depan rumah Abah?” kataku. Beliau tersenyum dan menjawab setengah bergurau, “Mungkin supaya malaikat ketika turun dari langit ke bumi melihat cahaya warna-warni di depan rumah kita, sehingga mereka tidak salah ketika menemui orang-orang yang sedang berharap Lailatul Qadr itu”. Hmmm….jawaban yang menurutku waktu itu masuk akal. Rumah kami punya tanda lampu warna-warni, dan mudah2an malaikat tertarik melihat cahaya tersebut dan turun ke rumah kami..

Namun sekarang aku paham, bahwa lampu yang ditutup kertas warna-warni seakan-akan symbol:
“Bersihkan hatimu, nyalakan cahaya iman dan ihsan, nyalakan cahaya makrifat kepada ALLAH, Buang semua Tuhan selain ALLAH. Sehingga hati menjadi bersih dan suci, manakala hati kita menyala karena cahaya Iman, Malaikat Ruh suci akan melihatnya dan mereka akan mampir kepada kita pada Malam mulia itu, Lailat Al Qadr.”

Lampu juga menunjukkan bahwa seolah-olah kita mengatakan, “Kami sudah menyalakan lampu iman, maka sudilah ya Allah, Engkau kirimkan para malaikat mulia itu kepada kami di Malam Mulia ini”. Seakan symbol dari Ayat Cahaya: “ALLAH adalah Cahaya langit dan bumi. Cahaya-Nya laksana sebuah lampu di dalam ceruk. Pelita itu berada di dalam kristal, cahayanya laksana sebuah Bintang yang berkilauan. Pelita itu menyala dari minyak sebuah pohon berkah, yaitu pohon zaitun yang tidak (tumbuh) di Timur dan di Barat. Minyaknya menyala dengan sendirinya meskipun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya.” (QS: An Nur 35)

Itulah mungkin makna memasang lampu di depan rumah itu.
Jadi apakah kita akan mendapatkan Lailatul Qadr? Hanya Anda sendiri yang mengetahuinya. Itu bisa dilihat dari bagaimana hidup kita setelah Ramadhan tahun ini. Apakah akan bertambah kebaikan kita? Atau apakah bisikan BAIK di hati kita semakin kencang mengalahkan bisikan JAHAT? Ini yang menurut Muhammad Abduh menunjukkan apakah malaikat akan selalu menemani kita setiap langkah kita untuk selalu melakukan kebaikan. Atau apakah Anda tiba-tiba berani mengambil keputusan yang akan mengubah hidup Anda secara total menuju kekebaikan? Jika iya, kemungkinan besar Anda sudah mendapatkan Lailatul Qadr itu dalam Ramadhan tahun ini.

Wallahu’alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar