Kamis, 22 Oktober 2009

KASIH IBU SEPANJANG MASA…

Cerita ini bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika aku mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi menangkap ikan di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil tangkapan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang menangkap ikan, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hatiku juga tersentuh, lalu menggunakan piringku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA
Sekarang aku sudah masuk Sekolah, demi membiayai sekolahku dan kakakku, ibu pergi ke konveksi untuk membawa sejumlah jahitan, dan hasil jahitannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala hujan tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menjahit baju – baju dari konveksi. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku belum ngantuk” KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu, sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun dan beristirahat. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur dan ikan asin untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya Masih ada uang” KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit jantung, hypertensi, diabetes dan harus dirawat di Rumah Sakit. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan sayunya. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak apa - apa” KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH
Setelah mengucapkan kebohongannya yang ke ketujuh, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Sekarang ibuku telah pergi dan aku menderita dengan rasa bersalah sebab selama ini aku tidak pernah melayani ibuku dengan sewajarnya, aku melayani orang lain untuk semua urusan tetapi aku tidak pernah meluangkan masa yang cukup untuk ibuku sendiri. Apabila aku menelepon ibuku aku lakukan dengan cepat, ringkas dan tergesa – gesa. Aku benar – benar merasa malu apabila ingat masa laluku terhadap ibu…
Coba kita renungkan, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon Orang Tua kita, sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu untuk bersama Orang Tua kita..? ditengah aktifitas yang padat ini kita selalu mempunyai beribu – ribu alasan untuk meninggalkan Orang Tua kita yang kesepian, kita selalu lupa akan Orang Tua yang ada dirumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan apa belum, risau apakah dia bahagia bila disamping kita. Namun apakah kita semua pernah merisaukan kabar Orang Tua kita..? risau apakah orang tua kita sudah makan atau belum..? risau apakah mereka sudah bahagia atau belum..?
Aku yakin di Dunia ini dipenuhi oleh anak-anak sepertiku. Aku berharap mereka insaf dan mendapat manfaat dari tulisan ini. Aku sudah terlambat dan kini aku sedang dilanda derita dan penyesalan yang tiada ujung dan nokhtahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar