seringkali ada nyanyian melengking dikedalaman rumahku
lalu suaranya menyeruak keluar lewat jendela kamar yang tertutup tirai
bahkan pernah juga ada semburat merah mawar yang mengilap di lantai
atau bulan terendam separuh badan di laut rumahku ketika langit terbelah
lalu terhampar aneka permadani dengan bidadari cantik menari di atasnya
gelang-gelang emas bergemerincingan di kaki mereka
seorang di antaranya mendekatiku
menjulurkan tangannya yang lembut mengajakku menari
nafasku tersengal ketika dadaku menyentuh payudaranya yang putih lembut
rambutnya bau kesturi
keringatnya adalah minyak zaitun
dia mengantarku ke permadani beludru
membiarkanku tergolek menghela nafas panjang sekali
pernah juga ada nyanyian rumput hijau
kelepak burung-burung
atau desir angin pegunungan membawa serpihan kapas
seserpih lalu seserpih lagi kemudian seserpih lagi
membentuk lukisan di pigura emas di dinding kamar
wajah bidadari yang tersipu malu
kainnya tersibak paha putihnya bersinar
ia bersembunyi di balik selimut lalu merengkuh perutku
tapi...
yang selalu aku nantikan adalah kamu
bukan bidadari-bidadari yang menebar birahi
karena ketika kamu datang,
wangi kesturi pun hilang
minyak zaitun tak lagi berguna
pigura emas tak lagi punya harga
payudara dan paha putih bidadari tak mampu memancing birahi
semua tenggelam dalam kamu
bahkan diriku pun tak dapat kutemukan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar